Ini Bahaya Konsumsi Ekstasi, Tak Hanya Berhalusinasi

Ekstasi (ectasy) tentunya cukup populer bagi
para pengguna narkoba di Indonesia. Perang melawan narkoba jenis ini selalu
digalakkan pemerintah, akan tetapi pembuat pun kian kreatif mengemasnya. Target
konsumennya pun kian melebar, tidak sekedar mereka yang berpenghasilan namun
bahkan anak sekolah. Mari mengenal bahaya ekstasi bagi kesehatan pengguna dari
artikel berikut ini.

Efek Buruk Ekstasi bagi Tubuh Pengguna

Ekstasi dengan beragam tampilan, merupakan
sebutan umum dari senyawa sintetis methylenedioxymethamphetamine (MDMA). MDMA
pertama kali dibuat di Jerman yang kemudian berkembang ke berbagai penjuru
dunia. Konsentrasi MDMA dalam ekstasi yang dibuat akhir-akhir ini boleh jadi
rendah. Akan tetapi produk yang memiliki kandungan senyawa kimia lainnya
diantaranya amfetamin atau PMA atau ketamin dengan efek yang membahayakan
kesehatan penggunanya.

Narkotika jenis ekstasi merupakan
stimulan yang dapat memicu halusinasi. Konsentrasi senyawa yang ada dapat
memicu kerja sistem saraf pusat yang akan mengacaukan persepsi fakta dari
pemakai. Ectasy lazim dikonsumsi para pengunjung klub malam atau pada sebuah
acara pesta dengan maksud utama adalah meningkatkan mood penggunanya. Takaran
yang terlampau tinggi dari ekstasi yang dikonsumsi dapat menyebabkan muntah,
kesadaran drop, sampai yang paling parah adalah meninggal.

Baca juga : Rehabilitasi narkoba Tanggerang

Pengaruh ekstasi umumnya mulai dirasakan
20 menit sampai satu jam usai dikonsumsi. Kemudian mampu tetap bertahan sampai
kurang-lebih 6 jam. Efeknya akan bersih antara satu sampai dua hari hingga satu
minggu dipengaruhi kondisi fisik dan takaran penggunaan. Perubahan mood setelah
konsumsi ekstasi yang dikenal dengan comedown dapat mengakibatkan stres,
depresi, sampai berniat untuk bunuh diri. Overdosis ekstasi dapat
mengakibatkan: tekanan darah tinggi, hilang kesadaran, serangan panik, kejang,
dan hipertermia.

Ekstasi dalam bentuk tablet lazim
ditawarkan dengan sebutan E, love drug, atau eckies. Hanya saja sebutan itu
bisa tak sama sesuai dengan daerah peredaran serta kebiasaan pembeli. Ekstasi
pun ada yang berbentuk tepung dan kristal MDMA dimana barang itu pertama kali
pernah didapatkan di Australia yaitu kota Victoria.

Tatkala orang telah mengkonsumsi ekstasi
dengan jangka waktu lama maka ia tentu menginginkan dosis yang kian besar demi
mewujudkan rasa gembira yang dikehendaki. Jika takaran tersebut tak dapat
terwujud, umpamanya karena berhenti menggunakan ekstasi, maka biasanya
menderita efek putus obat yang sering disebut sakau. Gejala putus obat yang
diderita pengguna diantaranya cemas, bingung, letih, susah tidur, sampai
depresi parah. Perasaan tak nyaman tersebut yang akan menyebabkan seseorang
ingin selalu memakai ekstasi sampai kesudahannya terjadi overdosis.

 

Rehabilitasi Ketergantungan Ekstasi

 

Tentu sangat sulit bagi pengguna melalui
fase sakau bila tak mendapat bantuan dan sokongan orang lain. Karena itu para
pecandu ekstasi harus mendapatkan perawatan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi narkoba tentu tak bisa
dilakukan secara instan. Minimal 3 bulan untuk menyelesaikan berbagai program
rehabilitasi.

Di samping lokasi rehabilitasi narkoba
yang disiapkan pemerintah, disiapkan pula tempat rehabilitasi yang dibangun
masyarakat. Panti rehabilitasi narkoba yang dibentuk masyarakat umumnya karena
tergerak dengan kondisi di daerahnya yang sudah begitu memprihatinkan dimana
pengguna narkoba yang makin meningkat. Misalnya pusat rehabilitasi Ashefa Griya Pusaka adalah
penyelenggara tahapan rehabilitasi para pecandu narkoba yang cukup
representatif.

Di Ashefa
Griya Pusaka
program rehabilitasi narkoba dilakukan secara terintegrasi dan
ditangani oleh tenaga profesional yang telah tersertifikasi. Program
rehabilitasi narkoba yang diselenggarakan Ashefa Griya Pusaka berpedoman pada
penanganan rehabilitasi sesuai SOP dari instansi terkait dalam hal ini
Kementerian Kesehatan.